Mungkin Ki Hajar Dewantara di alam sana menangis melihat hasil didikan bangsa ini yang belum maksimal. Miris, seorang mahasiswa yang seharusnya menyelesaikan masalah pakai otak justru menyelesaikan masalah pakai otot. Seorang mahasiswa di Sumatra Utara berinisial R membunuh dosennya yang berinisial NAL dan sudah berusia 63tahun. Untunglah mahasiswa tersebut berhasil ditangkap polisi walaupun dengan kondisi babak belur dikeroyok mahasiswa lain yang tak rela ada seorang dosen dibunuh dengan cara sadis, terlebih lagi kejadiannya di kampus.
Itulah, pintar saja tidak cukup. Seorang manusia yang baik selain otaknya pintar tapi juga emosinya harus pintar. Harus bisa mengalahkan diri sendiri pada saat marah. Sudah dipastikan mahasiswa tersebut tidak akan pernah diwisuda dari Universitas Muhammadiyah Sumatra Utara dan masa depannya suram di balik jeruji besi. Bahkan jika memang kasus tersebut termasuk dalam pasal pembunuhan berencana maka ancamannya hukuman mati.
Semoga hal hal seperti ini tidak terjadi lagi di Indonesia. Mahasiswa yang dianggap kaum intelek malah berubah jadi seorang pembunuh. Masalah nilai jelek atau khawatir jika lulus IPK rendah bisa ikut semester pendek untuk perbaikan nilai. Toh,pada saat kita masuk dunia kerja hanya 40% pelajaran di kampus yang bisa diterapkan di dunia kerja. Selebihnya kemampuan kita untuk bisa bersaing untuk menjadi pribadi unggul di dunia kerja.
Apa artinya pendidikan tinggi kalau ternyata cara menyelesaikan masalah seperti preman di pasar. Kalau preman mungkin orang menganggapnya wajar karena mereka tidak berpendidikan. Tapi kalau sampai seorang mahasiswa menusuk dosennya sampai tewas itu sangat memalukan sekaligus memilukan. Buat kalian yang masih sibuk di kampus, belajar dengan baik dan selalu hormati Bapak Ibu dosen,karena merekalah sumber ilmu. Selamat jalan Bu Dosen,semoga meninggal dalam keadaan khusnul khotimah karena sedang mengambil wudhu,amin…….